Jumat, 04 Juli 2008

Pengkaderan di ITS

Pengkaderan...pengkaderan...... apa yang membuatmu begitu istimewa??? Seistimewa apakah dirimu... sehingga selalu membuat hampir semua senior merasakan sebuah “kebahagiaan dan kepuasan” ketika masa pengkaderan tiba. Apa pula yang membuatmu selalu dirindukan kedatangannya di tahun selanjutnya???
Kita semua yang telah mengalami masa-masa pengkaderan tentunya mengenal betul apa itu pengkaderan. Pressing, bentakan, cacian, hujatan, hukuman, tugas yang memberatkan serta bentuk bentuk lainnya selalu membekas dihati, dan tanpa disadari kita lupa secara materi dan esesnsi dari pengkaderan itu sendiri. Rangkaian formal pengkaderan organisasi mahasiswa sendiri diantaranya adalah PMT(Pengkaderan Masal Terbatas)/Ospek/Pengakderan – Pengkaderan Masal Instiut – LKMM TD,TM,TL.Tahapan kaderisasi sendiri diantaranya adalah pengenalan-keterlibatan-pengabdian dan kewirausahaan.Tetapi kita terlalu sering fokus dan memperdebatkan pengkaderan awal, tanpa kita lihat banyak jalan dan proses dari kaderisasi sendiri. Sepenting apakah, sejauh manakah pengkaderan awal kita, sudahkah pengkaderan ini berjalan sebagaimana mestinya???
Apakah kita sudah benar melakukan proses kaderisasi pada maba ???
Metode antitesis yang mendarah daging pada pengkaderan di sebagian besar HMJ-ITS sering menimbulkan sebuah kontroversi. Apabila kita lihat lebih dalam kita adalah produk-produk pengkaderan antitesis yang tanpa sadari selalu menggunakan metode antiesis pada pengkaderan selanjutnya dan di kehidupan sehari-hari. Tidak ada yang salah dengan metode ini, tetapi ada metode yang lebih menjanjikan dan kita masih enggan menggunakannya karena alasan metode antitesis masih relevan dan terbaik hasilnya, yang parahnya dasar ini tidak disertai pembuktian.Tanpa mencoba melakukan metode lain(tesis) dan melihat hasilnya kita beranggapan metode antitesis masih terbaik dan layak untuk dijaga keberlanjutannya di pengkaderan. Metode antitesis dengan dasar memberi keburukan untuk mendapatkan kebaikan, melakukan perusakan untuk nantinya melakukan pembangunan dengan doktrin-doktrin baru lebih tepat dilakukan pada organisasi semi-militer atau organisasi dengan dasar pengabdian tanpa syarat.
Apabila ada yang pernah diantara kita berkata bahwa “ Pengkaderan adalah proses pembelajaran untuk proses pendewasaan, AMBIL KEBAIKNYA dan JANGAN AMBIL KEBURUKANNYA” , maka itu adalah kata kata yang lebih tepat diucapkan oleh adik-adik kita kepada teman seperjuangannya, bukannya kita, para pengkader yang mengatakannya. Karena apa ??? pada posisi satu level lebih tinggi, sebagai pengkader seharusnya kita memberikan segala bentuk kebaikan dengan cara yang “baik” pula untuk kebaikan adik-adik kita bukan memberikan salah satu pilihan yang menuju keburukan. Tidak semestinya pula kita memberikan kebaikan disertai keburukan, baik berapapun derajat keburukan itu. Ingatlah wahai rekan-rekan yang terlibat proses kaderisasi, setiap keluh kesah, setiap cucuran keringat yang jatuh,setiap rasa sakit yang terasa, setiap kesalahan presepsi yang mungkin akan terus terbawa.... sebagian besar adalah kesalahan kita sebagai pengkader, meskipun tujuan kita baik tetapi cara kita salah.... tetaplah kita yang akan bertanggung jawab nantinya.

Tepatkah kita menyebut diri kita sebagai pengkader???
Hanya karena satu,dua,atau tiga tingkat lebih “tua” dari adik-adik maba bukanlah alasan untuk membenarkan bahwa kita layak untuk memberikan atau mengajarkan sesuatu pada adik-adik maba. Liahatlah lebih mendalam pada diri kita..... ketika kita meneriakkan kata kata bahwa maba haruslah kritis,peka sosial,bertanggung jawab,solid, beretika dan bermoral serta kata-kata dewa lainnya, apakah kita mampu atau telah seperti yang kita katakan???. Sangatlah tidak etis apabila kita hanya pandai secara pengetahuan dan teoritis tetapi belum menuju atau parahnya tidak pernah menuju kesebuah perefleksian kata dengan tindakan. Jangan mengingkari bahwa kita adalah mahasiswa yang sedang menjalani proses pengkaderan itu sendiri hingga akhir nanti.
Perlu diingat juga, maba bukanlah gelas kosong dan kita para pengkader adalah gayung berisi air yang mengisi gelas kosong tersebut. Maba tidaklah bodoh seperti gelas kosong, maba juga tidak pandai seperti gelas penuh air, tetapi mereka adalah gelas yang sudah terisi dan kita selayaknya membagi isi yang kita miliki secukpnya, jangan sampai kita mengisi sampai tumpah atau bahkan lebih parahnya air yang kita isikan malah tidak dapat berpadu dengan isi sebelumnya.

Tentang para “boikoter”, bagaimana nasib mereka ???
Hampir setiap tahunnya, PMT(pengkaderan Masal Terbatas) di HMJ-HMJ ITS akan memunculkan boikoter. Langsung pada intinya... apabila kita bersikap lebih rasional dan menilai secara adil, sesungguhnya kita secara langsung atau tidak telah mendzolimi para adik-adik kita. Karena apa? Yang pertama karena kita secara tidak langsung tidak memberi kesempatan pada para boikoter sebuah pelayanan kemahasiswaan (Pelatihan, Pengalaman Organisasi dsb) yang seharusnya mereka dapatkan karena telah membayar semua biaya pendidikan dan kemahasiswaan di ITS. Kedua kita mematikan potensi mereka untuk tumbuh lebih baik. Pada masa 4 tahun perkuliahan di kampus, para boikoter tidak dapat “bergerak” kemana-mana, di himpunan ditolak, di BEM Faklutas tidak diterima begitu juga di BEM Institut, diLembaga Minat Bakat pun dipertanyakan.... kemana mereka harus mengembangkan diri mereka disaat pintu terdekat dengan mereka telah ditutup???. Ketiga, bayangkan betapa sakitnya para boikoter ketika wisuda, teman-teman mereka disambut dan diarak dengan meriah oleh adik-adiknya dari himpunan dan kemudian sang orang tua boikoter menanyakan... “lho kamu kok tidak ikut dengan teman-temanmu?”... Betapa sakitnya perasaan mereka,disaat terakhir dikampus dan sedang bahagia-bahagianya, kembali sebuah keterkucilan itu terjadi lagi. Terakhir... posisikan diri anda sebagai boikoter yang tidak diberikan haknya sebagai mahasiswa serta terkekang atau bahkan terkucilkan??? Bagaimankah rasanya??? Adilkah???.......................
Ada benarnya bahwa boikoter adalah orang-orang yang tidak memenuhi standar sebuah proses kaderisasi awal dari HMJ atau singkatnya tidak layak, tetapi itu bukan alasan kita untuk men-Judge mereka, kita (Himpunan) bukanlah sebuah “para dewa” yang berkuasa mutlak dan dapat memutuskan secara sepihak keberlanjutan kehidupan bermahasiswa para maba.Tidak sepenuhnya kesalahan ada boikoter, tetapi coba kita berpikir lebih luas, mungkin saja metode yang selam ini kita gunakan tidak sesuai dengan mereka sehingga mereka tidak menerima materi atau bahkan keluar dari pengkaderan. Dimungkinkan juga karena kita terlalu menggenerelisasi kondisi dan kemampuan maba, kita anggap semua maba mampu melakukan tugas, menerima tekanan fisik dan psikis dan pada kenyataanya setiap individu maba adalah berbeda. Atau kita hanya memberikan dua pilihan yaitu “ya” atau “tidak” dengan mengabaikkan pilihan-pilihan yang seharusnya ada dan kita berikan.

Sebenarnya masih banyak yang perlu kita bahas dan evaluasi tentang pengkaderan di himpunan ini, tetapi hanya inilah yang dapat saya berikan kaena keterbatasan-keterbatasan yang saya miliki. Kedewasaan kita adalah jawabannya, Tua bukan berarti dewasa, tetapi tua adalah kodrat dan dewasa adalah pilihan.



Radhit 2005 (PL-04)

Tidak ada komentar: