Jumat, 04 Juli 2008

RELEVANSI MUBES III ITS

MUBES III ITS...... RELEVANKAH???


Mubes III ITS................??? Apa itu MUBES III ITS.................??? Tentunya sebagai mahasiswa ITS yang peka dan dinamis dalam kehidupan kemahasiswaan di ITS, MUBES III ITS bukanlah kata yang asing, dan merupakan suatu kewajiban bagi para pelaku di ORMAWA ITS untuk tahu, dan memahami apa itu MUBES III ITS.
Tahukah anda apa itu MUBES III ITS??? Sekedar mengingat kembali, MUBES III ITS adalah “undang-undang dasar” yang telah disepakati bersama oleh mahasiswa ITS pada tanggal 27 Agustus -2 September 2001 yang berintikan pada pedoman tata kehidupan organisasi di ITS.
Secara substansi MUBES III ITS oleh sebagian pihak dianggap sebagai pedoman yang mendekati sempurna dan sangat fleksibel dalam kehidupan berorganisasi di kampus ITS. Disisi lain ada yang mengatakan MUBES III sudah “usang” dan ketinggalan jaman. Menurut anda...???, melalui pewacanaan inilah kami berusaha membahas secara obyektif, apa masih relevan MUBES III ITS.

Poin pertama yang mendasar yang kami gunakan didalam analisa kelayakan MUBES III ITS adalah kondisi kemahasiswaan di ITS sebelum MUBES III dengan kondisi sekarang
Fenomena lain menjelang MUBES III yang berkembang di dunia kemahasiswaan antara lain :
• Semakin menurunnya aktivitas sosialisasi dan internalisasi nilai dan semangat MUBES kepada mahasiswa menjadikan sense of belonging mahasiswa terhadap ormawa juga semakin surut.
• Sama halnya dengan MUBES I sebelumnya, kurangnya pemahaman dan komitmen dari para pelaku organisasi dalam menjalankan organisasinya demi kepentingan bersama (secara holistik dan integral) sehingga mengakibatkan keberadaan MUBES II ITS sebagai makanisme dan aturan lebih banyak ditinggalkan.
• Menurunnya kredibilitas ormawa akibat sedikitnya pimpinan lembaga yang hadir pada forum Kongres ataupun forum presidium. Padahal kongres adalah forum tertinggi di bawah MUBES sehingga mengakibatkan elitisme antar elit selain gap wacana dan pemahaman.
Sedangkan untuk fenomena saat ini diantaranya adalah:
• Menurunnya semangat kebersamaan ormawa yang menurun dengan indikasi selalu gagalnya forum kongres atau presidium memecahkan permasalahan PMT (Pengkaderan Masal Terbatas)
• Masih sering terjadi penyelewengan aturan di MUBES III ITS, diindikaskan beberapa ORMAWA (Organisasi Mahasiswa{ BEM,LM,MKM,LMFdan HMJ}) didalam proses melakukan program kerja sering menyalahi ruang gerak arahan MUBES III ITS. Mahsiswa membuat peraturannya sendiri dan dilanggar langgar sendiri....ironis bukan!!!Hal ini adalah celah yang digunakan pihak birokrat untuk semakin leluasa menekan ruang gerak ORMAWA. Dan pada akhir-akhir ini dari pihak rektorat mulai memberlakukan kebijakan seperti SKEM (Sistem Kredit Ekstrakulikuler Mahasiswa) yang terkesan merugiakan bagi ORMAWA ITS.
• Ketidakkonsistenan ORMAWA menjalankan MUBES terutama di bidang ruang gerak, secara pelan tapi pasti “membunuh” Unit-Unit Kegiatan Mahasiswa yang baik dari segi finansial ataupun sistem kaderisasinya masih tidak lebih baik dari yang dimiliki ORMAWA.
Dari komparasi dua kondisi tersebut bahwa masalah yang sama adalah MUBES selaku aturan tertinggi yang seringkali ditinggalkan. Mengapa ditinggalkan sering ???Pertama karena substansi MUBES tidak mengatur sebuah mekanisme pengawasan,pelaporan dan pengenaan sangsi. Seperti kita tahu di Republik Indonesia tercinta terdapat UUD 45’ dan Hukum pidana, perdata yang menunjang pelaksanaannya. Mengapa di ITS tidak ada hukum yang hampir sama??? MKM (Mahkamah Konstitusi Mahsiswa) yang menjalankan fungsi yuridis di KM-ITS tidak atau belum memiliki dasar dan mekanisme yang jelas selain MUBES III, sehingga fungsi MKM tidak bejalan secara maksimal.
Poin mendasar kedua adalah substansi MUBES III itu sendiri, selain tidak adanya mekanisme pengawasan,pelaporan dan pemberian sangsi, substasni lainya MUBES III juga tidak sebenar-benarnya mutlak. Dari jangka waktu pelaksanaan mubes yang seharusnya digelar 3 tahun sekali, apabila dihitung sekarang seharusnya sudah ada MUBES V!!! MUBES III ITS seolah-olah dibuat sedemikina rupa sehingga “sangat lengkap” dan tidak seharusnya untuk ditinjau kembali, dan hal ini seakan-akan membuat ukiran sejarah keabsolutan MUBES di ITS. Selain itu aturan aturan didalamnya juga tidak terlalu spesifik sehingga tidak mudah didalam proses implementasinya*.
Ormawa dan LMB belum menjalankan fungsinya dengan baik sesuai dengan MUBES III, bahkan ada pelanggaran-pelanggaran didalamnya sangat berkaitan dengan tidak adanya mekanisme yang jelas untuk menindak pelanggaran dan tidak adanya mekanisme bersama untuk mengoptimalkan peran dan funsi Ormawa-LMB. Hal ini adalah lingkaran setan yang akan terus berputar apabila tidak ada yang mau dan berani untuk memperbaiki sistem tersebut.
Buakan bermaksud untuk memprovokasi teman-teman mahasiswa untuk menyalah-salakan MUBES III ITS, tetapi ini adalah suatu kritikan yang bersifat konstruktif untuk perbaikan MUBES III demi kebaikan bersama mahasiswa ITS. Sebagai pelaku dunia kemahasiswaan yang cerdas dan intelek sewajarnya kita menjalankan aturan yang berlaku dan benar. Arahan-arahan mubes III selayaknya kita jalankan untuk sebuah dinamisasi kehidupan kemahasiswaan, tanpa arahan dan pedoman kita akan lepas dan menjadi tak terkendali sehingga sistem yang telah terbentuk akan tidak stabil dan mengalami kerusakan.
Sudah saatnya kita jalankan peraturan-peraturan kemahasiswaan terutama MUBES III ITS apabila kita mengaku sebagai mahasiswa ITS, tetapi juga jangan menjadi skeptis dan tidak mahu tahu akan kekeliruan dan kekurangan-kekurangan yang ada didalamnya untuk kita perbaiki. Jalankan rekomendasi-rekomendasi MUBES III ITS sebelum kita berniat untuk merevisinya. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah perubahan untuk kebaikan, sudah saatnya kita bangkit sebagai mahasiswa ITS dan sebagai bangsa Indonesia. “Tidak ada gading yang tak Retak” Terima kasih.
VIVAT !!!



Radhitya T.P.

Pengkaderan di ITS

Pengkaderan...pengkaderan...... apa yang membuatmu begitu istimewa??? Seistimewa apakah dirimu... sehingga selalu membuat hampir semua senior merasakan sebuah “kebahagiaan dan kepuasan” ketika masa pengkaderan tiba. Apa pula yang membuatmu selalu dirindukan kedatangannya di tahun selanjutnya???
Kita semua yang telah mengalami masa-masa pengkaderan tentunya mengenal betul apa itu pengkaderan. Pressing, bentakan, cacian, hujatan, hukuman, tugas yang memberatkan serta bentuk bentuk lainnya selalu membekas dihati, dan tanpa disadari kita lupa secara materi dan esesnsi dari pengkaderan itu sendiri. Rangkaian formal pengkaderan organisasi mahasiswa sendiri diantaranya adalah PMT(Pengkaderan Masal Terbatas)/Ospek/Pengakderan – Pengkaderan Masal Instiut – LKMM TD,TM,TL.Tahapan kaderisasi sendiri diantaranya adalah pengenalan-keterlibatan-pengabdian dan kewirausahaan.Tetapi kita terlalu sering fokus dan memperdebatkan pengkaderan awal, tanpa kita lihat banyak jalan dan proses dari kaderisasi sendiri. Sepenting apakah, sejauh manakah pengkaderan awal kita, sudahkah pengkaderan ini berjalan sebagaimana mestinya???
Apakah kita sudah benar melakukan proses kaderisasi pada maba ???
Metode antitesis yang mendarah daging pada pengkaderan di sebagian besar HMJ-ITS sering menimbulkan sebuah kontroversi. Apabila kita lihat lebih dalam kita adalah produk-produk pengkaderan antitesis yang tanpa sadari selalu menggunakan metode antiesis pada pengkaderan selanjutnya dan di kehidupan sehari-hari. Tidak ada yang salah dengan metode ini, tetapi ada metode yang lebih menjanjikan dan kita masih enggan menggunakannya karena alasan metode antitesis masih relevan dan terbaik hasilnya, yang parahnya dasar ini tidak disertai pembuktian.Tanpa mencoba melakukan metode lain(tesis) dan melihat hasilnya kita beranggapan metode antitesis masih terbaik dan layak untuk dijaga keberlanjutannya di pengkaderan. Metode antitesis dengan dasar memberi keburukan untuk mendapatkan kebaikan, melakukan perusakan untuk nantinya melakukan pembangunan dengan doktrin-doktrin baru lebih tepat dilakukan pada organisasi semi-militer atau organisasi dengan dasar pengabdian tanpa syarat.
Apabila ada yang pernah diantara kita berkata bahwa “ Pengkaderan adalah proses pembelajaran untuk proses pendewasaan, AMBIL KEBAIKNYA dan JANGAN AMBIL KEBURUKANNYA” , maka itu adalah kata kata yang lebih tepat diucapkan oleh adik-adik kita kepada teman seperjuangannya, bukannya kita, para pengkader yang mengatakannya. Karena apa ??? pada posisi satu level lebih tinggi, sebagai pengkader seharusnya kita memberikan segala bentuk kebaikan dengan cara yang “baik” pula untuk kebaikan adik-adik kita bukan memberikan salah satu pilihan yang menuju keburukan. Tidak semestinya pula kita memberikan kebaikan disertai keburukan, baik berapapun derajat keburukan itu. Ingatlah wahai rekan-rekan yang terlibat proses kaderisasi, setiap keluh kesah, setiap cucuran keringat yang jatuh,setiap rasa sakit yang terasa, setiap kesalahan presepsi yang mungkin akan terus terbawa.... sebagian besar adalah kesalahan kita sebagai pengkader, meskipun tujuan kita baik tetapi cara kita salah.... tetaplah kita yang akan bertanggung jawab nantinya.

Tepatkah kita menyebut diri kita sebagai pengkader???
Hanya karena satu,dua,atau tiga tingkat lebih “tua” dari adik-adik maba bukanlah alasan untuk membenarkan bahwa kita layak untuk memberikan atau mengajarkan sesuatu pada adik-adik maba. Liahatlah lebih mendalam pada diri kita..... ketika kita meneriakkan kata kata bahwa maba haruslah kritis,peka sosial,bertanggung jawab,solid, beretika dan bermoral serta kata-kata dewa lainnya, apakah kita mampu atau telah seperti yang kita katakan???. Sangatlah tidak etis apabila kita hanya pandai secara pengetahuan dan teoritis tetapi belum menuju atau parahnya tidak pernah menuju kesebuah perefleksian kata dengan tindakan. Jangan mengingkari bahwa kita adalah mahasiswa yang sedang menjalani proses pengkaderan itu sendiri hingga akhir nanti.
Perlu diingat juga, maba bukanlah gelas kosong dan kita para pengkader adalah gayung berisi air yang mengisi gelas kosong tersebut. Maba tidaklah bodoh seperti gelas kosong, maba juga tidak pandai seperti gelas penuh air, tetapi mereka adalah gelas yang sudah terisi dan kita selayaknya membagi isi yang kita miliki secukpnya, jangan sampai kita mengisi sampai tumpah atau bahkan lebih parahnya air yang kita isikan malah tidak dapat berpadu dengan isi sebelumnya.

Tentang para “boikoter”, bagaimana nasib mereka ???
Hampir setiap tahunnya, PMT(pengkaderan Masal Terbatas) di HMJ-HMJ ITS akan memunculkan boikoter. Langsung pada intinya... apabila kita bersikap lebih rasional dan menilai secara adil, sesungguhnya kita secara langsung atau tidak telah mendzolimi para adik-adik kita. Karena apa? Yang pertama karena kita secara tidak langsung tidak memberi kesempatan pada para boikoter sebuah pelayanan kemahasiswaan (Pelatihan, Pengalaman Organisasi dsb) yang seharusnya mereka dapatkan karena telah membayar semua biaya pendidikan dan kemahasiswaan di ITS. Kedua kita mematikan potensi mereka untuk tumbuh lebih baik. Pada masa 4 tahun perkuliahan di kampus, para boikoter tidak dapat “bergerak” kemana-mana, di himpunan ditolak, di BEM Faklutas tidak diterima begitu juga di BEM Institut, diLembaga Minat Bakat pun dipertanyakan.... kemana mereka harus mengembangkan diri mereka disaat pintu terdekat dengan mereka telah ditutup???. Ketiga, bayangkan betapa sakitnya para boikoter ketika wisuda, teman-teman mereka disambut dan diarak dengan meriah oleh adik-adiknya dari himpunan dan kemudian sang orang tua boikoter menanyakan... “lho kamu kok tidak ikut dengan teman-temanmu?”... Betapa sakitnya perasaan mereka,disaat terakhir dikampus dan sedang bahagia-bahagianya, kembali sebuah keterkucilan itu terjadi lagi. Terakhir... posisikan diri anda sebagai boikoter yang tidak diberikan haknya sebagai mahasiswa serta terkekang atau bahkan terkucilkan??? Bagaimankah rasanya??? Adilkah???.......................
Ada benarnya bahwa boikoter adalah orang-orang yang tidak memenuhi standar sebuah proses kaderisasi awal dari HMJ atau singkatnya tidak layak, tetapi itu bukan alasan kita untuk men-Judge mereka, kita (Himpunan) bukanlah sebuah “para dewa” yang berkuasa mutlak dan dapat memutuskan secara sepihak keberlanjutan kehidupan bermahasiswa para maba.Tidak sepenuhnya kesalahan ada boikoter, tetapi coba kita berpikir lebih luas, mungkin saja metode yang selam ini kita gunakan tidak sesuai dengan mereka sehingga mereka tidak menerima materi atau bahkan keluar dari pengkaderan. Dimungkinkan juga karena kita terlalu menggenerelisasi kondisi dan kemampuan maba, kita anggap semua maba mampu melakukan tugas, menerima tekanan fisik dan psikis dan pada kenyataanya setiap individu maba adalah berbeda. Atau kita hanya memberikan dua pilihan yaitu “ya” atau “tidak” dengan mengabaikkan pilihan-pilihan yang seharusnya ada dan kita berikan.

Sebenarnya masih banyak yang perlu kita bahas dan evaluasi tentang pengkaderan di himpunan ini, tetapi hanya inilah yang dapat saya berikan kaena keterbatasan-keterbatasan yang saya miliki. Kedewasaan kita adalah jawabannya, Tua bukan berarti dewasa, tetapi tua adalah kodrat dan dewasa adalah pilihan.



Radhit 2005 (PL-04)